KOALISI KEPENDUDUKAN

Kamis, 04 Februari 2010

WAWASAN KEBANGSAAN SEBAGAI LANDASAN PENGEMBANGAN JATI DIRI GENERASI MUDA BANGSA

Wawasan Kebangsaan adalah cara pandang atau pemahaman tentang konsep dan aktualisasi nilai-nilai dalam hidup dan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara. Wawasan kebangsaan memiliki dimensi yang sangat luas dan kompleks sesuai dengan luas dan kompleksnya dimensi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Wawasan Kebangsaan diperlukan karena perlu adanya konsep dan aktualisasi manajemen kehidupan negara-bangsa yang bermartabat dan berkeadaban.
Dimensi wawasan kebangsaan yang luas dan kompleks tersebut sering dipetakan dalam dua dimensi yaitu pertama, wawasan kebangsaan sebagai konsep geopolitik, kemudian kedua, wawasan kebangsaan sebagai konsep geostrategi. Wawasan kebangsaan sebagai konsep geopolitik yaitu konsep tentang persatuan dan kesatuan bangsa serta keutuhan wilayah suatu negara-bangsa. Sedangkan wawasan kebangsaan sebagai konsep geostrategi yaitu konsep tentang manajemen pembangunan nasional dalam rangka membangun Ketahanan Nasional untuk mempertahankan eksistensi kehidupan suatu negara-bangsa.
Konsep geostrategi berdimensi Astra Gatra. Astra Gatra terdiri dari dimensi trigatra alamiah dan pancagatra sosial. Trigatra Alamiah, terdiri dari : geografi, sumber kekayaan alam, dan kependudukan. Sedangkan Pancagatra Sosial, terdiri dari : idiologi, politik, ekonomi, sosial-budaya, dan pertahanan-keamanan. Konsep wawasan kebangsaan telah dirumuskan dalam konsep Wawasan Nusantara, yang menurut Kelompok Kerja Lembaga Ketahanan Nasional 1997, dirumuskan sebagai berikut : Wawasan Nusantara atau Wawasan Nasional Indonesia adalah

”carapandang dan sikap bangsa Indonesia yang bersumber dari Pancasila dan UUD 1945, bertolak dari pemahaman kesadaran dan keyakinan tentang diri dan lingkungannya yang bhineka dan dinamis dengan mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa, kesatuan wilayah yang utuh menyeluruh serta tanggungjawab terhadap lingkungannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara untuk mencapai tujuan nasional”.

Pernah saya ungkapkan dalam sebuah forum bahwa membicarakan wawasan kebangsaan dimulai dari terpenuhinya kebutuhan jasmani terlebih dahulu, yaitu sandang, pangan, dan papan. Atau dalam istilah Jawa disebutkan dengan 3W yaitu wareg, waras, wasis. Apabila perut kenyang (wareg), dan pikiran sehat (waras) maka akan lincah atau terampil bekerja (wasis). Secara individual harus ditekadkan bahwa sekali hidup harus sejahtera, karena Tuhan telah menyediakan segalanya untuk kita olah. Walaupun kesejahteraan sering dimaknai secara psikologis, dalam batasan persepsi masing-masing, tetapi sebagai tolok ukur ekonomi telah disepakati bahwa batasnya adalah garis kemiskinan, yang besarnya setiap orang adalah Rp 182.636, 00 per bulan versi Badan Pusat Statistik (BPS).
Negara Indonesia sebenarnya telah ada semenjak kata “Nusantara” itu sendiri mewujud. Sejarah mengenai Indonesia diawali dari kerajaan besar seperti Kutai (sekitar 2000 tahun yang lalu), kemudian Sriwijaya (1000 tahun yang lalu), dan Majapahit sekitar 500 tahun lampau. Tanggal 17 Agustus 1945 itu sendiri merupakan formalisasi terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia oleh dunia internasional. “Menjadi Indonesia” atau tepatnya menjadi orang Indonesia adalah bagian dari tujuan sosialisasi wawasan kebangsaan tersebut. Menjadi Indonesia adalah memahami Pancasila sebagai pandangan hidup bernegara, memahami makna bendera sang dwi warna: “Merah dan Putih”, Bhinneka Tunggal Ika – Tan Hanna Dharma Mangrwa, serta lagu kebangsaan “Indonesia Raya”: bangunlah badannya, bangunlah jiwanya.
Pada aras terkini kesadaran berbangsa tersebut perlu ditambah dengan wawasan kita akan target Pemerintah untuk mewujudkan triple track yaitu “pro employment, pro income, pro growth”. Dalam buku “Indonesia Emas” perihal tersebut saya tambah dengan kesadaran pada tataran spiritual yaitu paham hakikat hidup –cipta, rasa, dan karsa- kemudian mempunyai prinsip 165 –ikhsan, iman, Islam- dan kepancasilaan. Tentunya dengan catatan, bagi mereka yang mengetahui dan paham. Tiada daun jatuh tanpa sepengetahuan Allah, tiada debu berdebaran tanpa kehendak-Nya.
Sehingga dalam hal ini pendekatan terhadap nasionalisme kita perlu untuk lebih konkrit, tidak hanya berwacana. Kita sepakati dan kita pegang sebagai pedoman untuk melangkah. Wawasan kebangsaan dihadapkan pada globalisasi modernisasi dan sikap pragmatisme masyarakat. Sikap pragmatisme dalam hal ini adalah pengutamaan esensi pemenuhan kebutuhan ekonomi terlebih dulu, baru kemudian berbicara pada tahapan yang lebih lanjut: kelompok masyarakat, kabupaten, provinsi, dan Negara.
Dalam bingkai logika modernisasi, Indonesia senantiasa dibayangkan sebagai negara yang sedang mengalami proses perkembangan. Indonesia sedang berada pada proses menuju kemajuan dan karenanya seluruh infrastruktur yang menopangnya –baik ekonomi, sosial, politik, maupun budaya- harus diarahkan ke sana. Modernisasi pertama bertumpu pada upaya pembangunan ekonomi yang berkesinambungan. Pembangunan ekonomi dapat berjalan efektif jika ditopang dengan stabilitas politik dan keamanan nasional, dan tugas Negara adalah menjaga stabilitas tersebut. Kita mengenal Trilogi pembangunan (stabilitas, pemerataan, dan pertumbuhan) kemudian delapan jalur pemerataan di era Orde Baru, dan triple track strategy pada era sekarang. Dengan pemahaman yang lebih komprehensif (memahami nasionalisme dan kaitannya pragmatisme masyarakat) maka wawasan kebangsaan akan menemukan sisi riilnya: menjembatani antara nasionalisme dan pragmatisme.
Strategi adalah perencanaan mendalam dalam mencapai tujuan. Karakter bangsa adalah kualitas jati diri bangsa yang membedakannya dengan bangsa lain. Pembangunan dapat diartikan sebagai rangkaian proses perubahan struktural yang dilakukan secara terus menerus dan berkesinambungan. Pembangunan karakter atau jati diri bangsa diharapkan akan membawa bangsa ini semakin mengemuka di era global. Menjadi “Indonesia Emas” atau Indonesia yang bangkit adalah tujuan pengembangan karakter bangsa ini.
Terdapat semacam adagium yang menyatakan bahwa, “Demokrasi berasal dari Barat sedangkan kemajemukan berasal dari Asia”. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang sangat heterogen, yang masih dalam tahap belajar untuk berdemokrasi. Sejak tahun 1999 kita telah diklaim sebagai negara demokratis terbesar ketiga sesudah India dan Amerika Serikat. Ajang Pemilihan Umum 2009 kemarin merupakan hasil keberhasilan dari ujian kesekiankalinya terhadap wawasan kebangsaan yang kita miliki. Alhamdulillah kesuksesan Pemilu 2009 mengulang keberhasilan pesta demokrasi setelah Pemilu tahun 1955, 1999, dan 2004.
Predikat selanjutnya adalah Indonesia merupakan percontohan Negara Islam terbesar di dunia yang demokratis. Suasana toleransi dan saling menghargai antar umat beragama sangat tinggi. Dapat dikatakan bahwa 90 persen dari jumlah penduduk Indonesia –yang totalnya sebanyak 230,6 juta jiwa- adalah muslim. Jumlah penduduk yang besar dapat merupakan potensi, sekaligus hambatan. Apabila penduduknya berkualitas semua maka bangsa tersebut jaya. Tetapi satu hal yang perlu diperhatikan adalah lahan /atau tanah tidak bertambah, sementara pertumbuhan penduduk Indonesia cukup tinggi –yaitu mencapai 2,6 juta jiwa pertahun. Dengan pertumbuhan sebesar 2,6 juta jiwa (1,2 persen per tahun) maka diperkirakan jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2020 adalah 261 juta jiwa.
Indonesia bakal mengalami ledakan penduduk hingga 255 juta jiwa pada tahun 2015 bila kondisi pertumbuhan penduduk terus bertahan seperti saat ini. Saat ini jumlah penduduk Indonesia mencapai 230,6 juta jiwa, sedangkan jatah pangan orang Indonesia per kepala hanya 513 m3. Negara seperti Muangthai dan Vietman memiliki jatah pangan sebesar 1.000 m3 per kepala. Data statistik menunjukkan bahwa saat ini tingkat pertumbuhan penduduk sekitar 1,48 persen, dan tingkat kelahiran sebesar 2,6. Setiap tahun terdapat 4,2 juta kelahiran baru dan terjadi penambahan penduduk baru sebanyak 3,2 juta jiwa. Kita harus menyadari hal tersebut, untuk itu perlu dipesankan kepada generasi muda agar merencanakan keluarga yang sakinah ketika akan menikah.
Jatidiri atau karakter bangsa selayaknya untuk bersumber pada nilai-nilai dan simbol kebangsaan yang kita miliki. Para founding fathers telah mewariskan Pancasila, UUD 1945 (terutama bagian Mukadimah), lagu “Indonesia Raya”, dan bendera sang Dwi Warna: Merah Putih. Pancasila adalah bukti kesetiakawanan kita kepada Tuhan Yang Maha Esa, kepada sesama, kepada bangsa-negara, musyawarah mufakat, dan keadilan sosial. Pembukaan UUD 1945 mengandung muatan terhadap tujuan berdirinya NKRI. Lagu kebangsaan “Indonesia Raya” merupakan penegasan akan pentingnya pembangunan manusia (syair “bangunlah jiwanya bangunlah badannya”). Sedangkan bendera sang merah-putih, menyiratkan perlunya kita mengormati sang Pencipta, sarana penciptaan (ibu-bapak), dan proses (merah darah ibu, putih darah bapak). Namun makna “kembali” pada simbol-simbol kenegaraan bukan berarti sebuah pemahaman yang sempit akan keakuan, ataupun keindonesiaan, tetapi juga melihat dinamika dunia luar (global) yang sesuai amanat dalam Pembukaan UUD 45 yaitu “ikut menjaga ketertiban dunia”.
Dunia global tengah berupaya menemukan titik normal setelah krisis 2008/ 2009 ini. Krisis ekonomi global membuat upaya pengurangan jumlah orang miskin di Indonesia tertahan. Jumlah orang miskin pada tahun 2009 –versi Bappenas- diperkirakan melonjak ke angka 33,714 juta orang, lebih tinggi dari target yang diinginkan pemerintah pada level 32,38 juta orang. Jumlah 33,714 juta orang miskin itu setara dengan 14,87 persen jumlah penduduk Indonesia. Itu artinya, tingkat kemiskinan pun meningkat dari rencana semula yang ditetapkan dalam APBN 2009, yakni 14 persen dari jumlah penduduk. Sehingga selain memperkuat fondasi dalam negeri, kita harus ikut memperbaiki tatanan dunia yang masih carut marut saat ini.

*****

APA yang dialami Pemerintah, wa bil khusus yang kami alami di Departemen Sosial merupakan upaya untuk mengakomodasi tuntutan internal dan eksternal yang muncul. Pemerintah memang harus responsif tterhadap tuntutan rakyat. Permasalahan eksternal adalah harapan masyarakat terhadap pelayanan dari pemerintah/ Departemen Sosial yang lebih baik. Internal adalah upaya kelembagaan dari Departemen Sosial untuk bersama-sama mewujudkan kesejahteraan umum.
Kesejahteraan umum itulah yang disebut oleh para Bapak pendiri bangsa dalam Pembukaan Undang-undang Dasar 1945 bahwa Negara mempunyai salah satu tugas untuk mewujudkan kesejahteraan umum. Pencapaian kesejahteraan umum merupakan tujuan penanggulangan kemiskinan sehingga dengan demikian sudah selayaknya menjadi prioritas pembangunan. Dari alinea IV Pembukaan Undang-undang Dasar (UUD) 1945 termaktub bahwa tujuan bernegara adalah untuk melindungi warga negara, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia.
Derivasi atau turunan dari upaya perwujudan rakyat tersebut adalah pembangunan kesejahteraan sosial. Saat ini tidak ada satu negara pun di dunia ini yang tidak menerapkan strategi pembangunan kesejahteraan sosial. Pembangunan kesejahteraan sosial adalah bagian dari kebijakan sosial yang penting di negara-negara modern dan demokratis. Kita menyaksikan bahwa semakin maju dan demokratis suatu negara, semakin tinggi perhatian negara tersebut terhadap pentingnya pelayanan sosial. Sebaliknya, di negara-negara miskin dan otoriter pelayanan sosial kurang mendapat perhatian. Alhamdulillah bahwa pada awal tahun ini telah disyahkan UU no 11 tahun 2009 tentang Kesejahtaeraan Sosial, serta UU no 20 tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan, yang semoga semakin membuktikan perhatian kita akan pembangunan kesos, yaitu “bangunlah jiwanya bangunlah badannya”.
Dari buku David Osborne dan Ted Gaebler (1992) dalam ”Reinveinting Government” dinyatakan bahwa berbagai masalah publik bisa diatasi oleh karena semangat entrepreneurial para birokrat (khususnya di tingkat lokal) berhasil mengembangkan inisiatif dan kreativitas warganya. Hal ini diulas oleh Menteri Sosial pada bulan Februari 2006 di depan stakeholders Depsos tentang semangat reinventing. Apabila kita tarik lebih jauh lagi, semangat kewirausahaan juga harus menjalar ke kalangan birokrasi. Menteri Sosial menelurkan konsep Reinventing Pembangunan Kesejahteraan Sosial yang terdiri dari 5 (lima) langkah, yaitu Reorientasi, Restrukturisasi, Aliansi, Implementasi, Monitoring-Evaluasi.
Reorientasi berarti memfokuskan tujuan semula dalam rangka pembangunan kesejahteraan sosial, bahwa tidak hanya berbekal charity tetapi empowerment, dari belas kasihan ke kasih sayang. Restrukturisasi artinya mentapkan struktur organisasi yang mendukung upaya pemberdayaan. Aliansi adalah memperkuat jaringan untuk mendukung usaha, baik aliansi ke dalam maupun ke luar. Artinya kita optimalkan semua potensi dalam penanggulangan kemiskinan. Implementasi adalah upaya kami untuk merealisasikan visi dan misi Departemen Sosial, yaitu: Kesejahteraan Sosial Oleh dan Untuk Semua. Sedangkan Monitoring-Evaluasi merupakan upaya kami untuk mengkaji indikator keberhasilan pembangunan kesejahteraan sosial –setiap upaya pembangunan harus dikaji indikator keberhasilannya. Demikian artikel kami, akhirnya saya ucapkan selamat mengadakan acara pelatihan, semoga sukses, amien.


Prof. Gunawan Sumodiningrat, M.Ec., Ph. D., adalah Guru Besar Ekonomi di Universitas Gadjah Mada. Sejak tanggal 11 Maret 2009 menjadi Staf Ahli Menteri bidang Dampak Sosial di Departemen Sosial RI. Makalah di atas disampaikan pada acara Lokakarya bagi pimpinan organisasi berbasis generasi muda yang diselenggarakan oleh Koalisi Kependudukan dengan tema “Pengembangan Generasi Muda dengan Menanamkan Kesadaran dan Melakukan Konservasi Kehidupan di Bumi” bertempat di hotel Kartika Chandra, Jakarta, pada hari Kamis tanggal 15 Oktober 2009

Senin, 01 Februari 2010

KONSEP PEMBANGUNAN KEPENDUDUKAN INDONESIA 25TH

KONDISI KEPENDUDUKAN INDONESIA SEKARANG.

Sekarang : Jumlah Penduduk 230.000.000
Jumlah Keluarga : 59.055.59
Jumlah Pasangan Usia Subur :42.299.699
Jumlah Peserta KB : 29.841.240
Keluarga Prasejahtera : 13.547.651
Keluarga Sejahtera 1 :13.758.879
Keluarga Sejahtera II. : 16.165.769
Keluarga Sejahtera III :12.979.352
Keluarga Sejahtera III Plus : 2.603.506
Jumlah KK yg bekerja :51.253.877(86.79%)
Jumlah KK Tdk bekerja :7.801.282 (13,53 %)
Jumlah KK laki-laki :52.245.453 (88,47%)
Jumlah KK permpuan : 6.809.706 (11,53%)
Pendidikan Kepala Keluarga:
SD : 20,84
Smp : 50,73
Slta : 22,43
Ak/pt : 6,00

MASALAH KEPENDUDUKAN SEKARANG

1.Penyebaran yang tidak merata.
Pulau Jawa Bali yang berpenduduk lebih dari 50 % yaitu 133.264.605dari total penduduk Indonesia yang sekarang di perkirakan 222.427.307 juta jiwa. (Pendataan Keluarga 2008)

2.Kualitas SDM yang masih rendah.
a.SDM dari 60 % jumlah Kepala Keluarga hanya lulusan SLTP malah ada 20 % KK tidak lulus sekolah Dasar.
b.Lebih dari 40 % Keluarga dalam garis kemiskinan ( PKS, KS1,KS2).
c.Ada 3,6 Juta anak usia sekolah tidak sekolah.
d.Pengangguran masih tinggi ada 8 juta KK tidak bekerja dan ada sekitar 20 juta mencari lapangan kerja
e.Perkawinan Muda masih tinggi, kelahiran masih tinggi ( TFR 2,6) aborsi tdk sehat, kematian Ibu melahirkan tinggi dan kematian anak tinggi.
f.Kurangnya lapangan kerja mendorong tenaga kerja tidak terlatih mencari kerja ke luar negeri.( Migrasi international).
3.Kemiskinan yang masih tinggi
Dari Keluarga Indonesia yang berjumlah 59.055.155 kepala keluarga yang miskin 27.306.530 (46.2%) ( PKS dan KS1). Dan Hampir miskin 16.165.769 KK ( 27.4 %).

KEPENDUDUKAN YANG DIHARAPKAN

a.Penduduk Tumbuh seimbang tahun 2035 ( Jumlah fertilitas = mortalitas) Diharapkan pada tahun itu TFR di bawah 2.0%
b.Penyebaran penduduk merata. Tahun 2035 ( 25 tahun) diperkirakan jumlah penduduk 300- juta (tambahan 3.5 jt pertahun) dengan pembagian penduduk 5 ( lima) pulau besar yaitu :

1. Jawa Bali 20%, 60 juta jiwa. ( 133.264.605.
2. Sumatra 20 %,= 60 juta.( 77.488.271.
3. Kalimantan 20 %, = 60 juta ( 12.462.321.
4. Sulawesi 20 %= 60 juta .( 26.889.313)
5. Papua 20 % = 60 juta jiwa.( 1.915.503. Program Penyebaran penduduk ( transmigrasi ) harus di galakan kembali dengan membangun pusat-pusat ekonomi di luar jawa sehingga mendorong pindahnya penduduk dari jawa ke luar jawa.

a. Menurunnya jumlah keluarga miskin, di harapkan tinggal dibawah 1 % pada 2035. ( PKS KS1 = 13.547.651+ 13.758.879=27.306.530.=47.2%)
b. Semua Kepala Keluarga dan pasangannya minimal lulusan SLTA. Semua anak umur sekolah bisa mengecap pendidikan 12. Tahun. ( Program beasiswa.)( 71 ,57 % Kepala Keluarga Cuma lulusan SLTP 20,84 % tidak tamat SD)

Issu Kependudukan yang perlu kebijakan pemerintah :
1. Pengentasan Kemiskinan
2. Pengendalian kelahiran
3. Mengurangi kematian Ibu
4. Mengurangi kematian anak
5. Meningkatkan tingkat pendidikan
6. Mengurangi pengangguran
7. Meningkatkan kulitas remaja wanita
8. Meningkatkan kualitas Ibu rumah tangga
9. Memperbaiki penyebaran penduduk
10. Menghilangkan penjualan menusia
11. Meningkatkan kualitas TKI ke luar negeri
12. Menghilangkan ekploitasi anak
13. Mewajibkan sekolah anak usia sekolah minimal 2 tahun.
14. Migrasi internasional yang masuk
15. Migrasi International yang keluar
16. Memperbaiki data kependudukan
17. Menghilngkan pengangguran kepala keluarga
18. Kesertaan KB di tingkatkan termasuk pria
19. Perlindungan kerja buruh informal belum ada
20. Meningkatkan ketahanan keluarga dengan Posyandu, BKB, BKR,BKM,BKL.
21. Meningkatkan kualitas anak
22. Meningkatkan kualitas Remaja
23. Meningkatkan kualitas Lansia
24. Meningkatkan kualitas data kependudukan
25. Menjamin anak-anak terlantar
26. Menjamin lansia terlantar
27. Mengurangi pelanggaran HAM
28. Meningkatkan wawasan jender
29. Meningkatkan ekonomi keluarga
30. Meningkatkan kualitas lingkungan keluarga
31. Meningkatkan jaminan penduduk terasing(Kubu), penduduk traditional (Baduy), suku Bajo dan lainnya.
32. Kebijakan pengendalian penduduk
33. Kenpendudukan dengan pertahanan
34. Pendudukan dengan agama dan kepercayaan
35. Upacara Perkawinan, kelahiran dan kematian
36. Penduduk dan budaya dan bahasa
37. Penduduk dengan papan,sandang dan pangan.
38. Administrasi kelahiran, perpindahan dan kematian
39. Penduduk dan tanah (aset)
40. Penduduk dengan hak dan kewajiban.

Contoh pengembangan kualitas :

Pendidikan:

1.Beasiswa

Untuk meningkatkan kualitas SDM pemrintah wajib memberikan beasiswa bagi anak-anak usia sekolah terutama dari keluarga miskin (27.7 Juta KK) bukan sekolah gratis. Dengan beasiswa ini anak-anak bisa membeli buku, seragam, transport dan makan. Disamping itu, dengan beasiswa kemiskinan bisa berkurang karena pendapatan keluarga bisa meningkat sehingga depency rate berkurang karena bertambahnya anggota keluarga mendapat penghasilan. Jadi dus tujuan MDGS tercapai – peningkatan kualitas sdm dan pendapatan keluarga.

2.Penyebaran Penduduk

Penuebaran penduduk tidak lagi memakai program transmigrasi standar tapi dengan pengembangan ekonomi didaerah yang masih perlu tambahan penduduk. Salah satu programnya dengan membangun sektor pertanian dan perkebunan. Pemerintah harus membangun perkebunan baik perkebunan jangka panjang seperti kelapa sawit, kopi, pala, lada atau jangka pendek seperti rempah rempah bumbu dapur lengkuas, jahe, kencur untuk di export dll. Pembukaan lahan perkebunan ini bisa menarik penduduk untuk pindah apabila pemerintah memberikan jaminan hidup seperti gaji sampai mereka mereka mandiri.

Struktur Menduk
1. Bidang Kuantitas dan Pengendalian ];Penduduk
Merencanakan kebijakan dalam mengendalikan jumlah penduduk yang meliputi :
Kelahiran, kematian, jumlah keluarga, jumlah peserta KB wanita, jumlah peserta KB Pria, Bentuk kualitas pelayanan, penyediaan alat kontrasepsi, masalah kelahiran dan proses kehamilan, dan kebijakan penyebaran dan penemuan alat kontrasepsi baru.
2. Bidang Kualitas Penduduk dan Ketahanan Keluarga
Merencanalkan kebijakan Kualitas Penduduk dan Kualitas Ketahanan Keluarga seperti :
Kualitas calon pengantin, kualitas balita, kualitas remaja, kualitas suami, kalitas istri, kualitas lansia, kualitas ekonomi keluarga, kualitas lingkungan dan keluarga,; Meliputi :Kebijakan kependudukan melalui pendidikan, dan kesempatan kerja.
3. Bidang Mobilitas dan Peningkatan ekonomi keluarga
Merencanakan kebijakan penuebaran penduduk dalam dan luar negri serta merencanakan kebijakan Peningktan ekonomi keluarga. Meliputi : Alasan-alasan ekonomi terjadinya Urbanisasi, transmigrasi , migrasi lokal international , masuk dan keluar negeri. Analisa pengembangan penduduk satu wilayah sesuai dengan pertumbuhannya. Kenijakan penempatan penduduk di dalam dan luar negeri berdasarkan pertumbuhan ekonomi dan tersediannya lapangan kerja. Termasuk monitoring penempatan tenaga kerja di dalam dan luar negeri. Analisa keuntungan ekonomi dari penyebaran penduduk alam dan luar negeri.

Bidang Kerjasama dan Kemitraan Kependudukan dan KB.
Merencanakan Kebijakan Kerjasama dan kemitraan antar di bidang kependudukan dan KB antara instansi pemerintah, LSM dan swasta. Juga antar negara baik dengan donor agency maupun dengan negeria donor. Seperti KB dengan Depkes, Transmigrasi dengan Deptranmigrasi, Migrasi dengan Deplu dan Tenaga Kerja. Atau Dengan PKK mengenai kader, Diknas, Sdpesos dll. Juga kerjasama international bidang kependudukan dan KB.

Bidang Pengembangan dan Pendidikan

Bertangung jawab ubtuk pengembangan SDM Pegawai termasuk pejabat fungsional bidang kb dan Kependudukan di lapangan ( PKB/PLKB) pengembangan Penelitian.

Bidang Advokasi, Promosi Kependudukan dan Keluarga.
Bertujuan untuk mepromosikan Ketahanan keluarga, Keluarga Berencana dan kebijakan program kependudukan.

Bidang Informasi Penduduk dan Keluarga
Bertanggung jawab untuk mengumpulkan data keluarga, status ekonomi keluarga, data penyebaran penduduk, dalam dan luar negeri.

Bidang pengawasan
Bertanggung jawab untuk mengawasi masalah kepegawaian, keuangan, material dan HAM

Sekretaris Jendral/ utama
Bertanggung jawab untuk urusan rumah tangga kantor bkkbn kepegawaian, keuangan logistik, dan ketatausahaan.

Direktorat direktorat.

Produk Hukum yang berkaitan dengan Kependudukan:
UU Perkawinan 1974
Undang-undang KDRT
Undang undang lansia 13/98
Undang undangKependudukan 52/2009
Undang undang No 21 2008 Trafiking
Undang undang Amenduk
Undang undang Otda

REKOMENDASI UU KEPENDUDUKAN

Tanggal 2 Desember 2009 Koalisi Kependudukan mengadakan Mini-Lokakarya tentang UU Kependudukan. Berdasarkan masukan dan pembahasan dalam Mini-Lokakarya tersebut, kami dari Koalisi Kependudukan menyampaikan beberapa kesimpulan dan rekomendasi sebagai berikut:

1.Koalisi Kependudukan dapat menerima UU NO. 52 Tahun 2009 sebagai payung hukum dan dasar untuk meningkatkan pembangunan kependudukan di Indonesia, khususnya yang menyangkut penataan kelembagaan yang akan memungkinkan penanganan masalah kependudukan yang lebih terarah dan terpadu.

2.Menyambut baik penetapan berdirinya Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional yang akan menempatkan masalah kependudukan pada posisi yang penting.

3.Mengingat bahwa penanganan masalah kependudukan mencakup aspek pengendalian kuantitas, kualitas dan mobilitas saat ini tersebar di berbagai kementrian dan lembaga serta berbagai tingkat pemerintahan, maka perlu diambil langkah-langkah sinkronisasi dan koordinasi agar pelaksanaan amanah UU No. 52 Tahun 2009 ini dapat dilakukan secara lebih terarah dan selaras.

4.Mengusulkan agar Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional dijadikan lembaga setingkat Menteri yang bertanggung jawab kepada Presiden berada di bawah koordinasi Menko Kesra.

5.Mengusulkan agar Pemerintah segera menindak-lanjuti berlakunya UU No. 52 Tahun 2009 dengan penetapan peraturan pelaksanaan dengan melibatkan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana.

By. Koalisi Kependudukan

Rabu, 09 Desember 2009

IMPLIKASI PELAKSANAAN UU PERKEMBANGAN KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN KELUARGA

Hakikat pembangunan nasional sebagai pengamalan Pancasila dan UUD 1945 adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya. Pembangunan nasional mencakup semua dimensi dan aspek kehidupan termasuk perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga.

Perkembangan kependudukan masih menjadi masalah utama di Indonesia, dengan fakta – fakta laju pertumbuhan penduduk tetap tinggi, kematian anak dan ibu tetap tinggi, akses terhadap pelayanan kesehatan dan keluarga berencana yang masih kurang, di tambah lagi dengan kualitas penduduk Indonesia yang semakin menurun dan sangat memprihatinkan.
Penduduk sebagai modal dasar dan faktor dominan pembangunan belum menjadi titik sentral dalam pembangunan berkelanjutan. Jumlah penduduk yang besar, pertumbuhan yang cepat dan kualitas yang rendah akan menghambat proses pembangunan.

Perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga harus mendapatkan perhatian khusus dalam rangka pembangunan nasional yang berkelanjutan, penduduk harus menjadi titik sentral pembangunan agar setiap penduduk dan generasinya mendatang dapat hidup sehat, sejahtera, produktif dan harmonis dengan lingkungannya serta menjadi sumber daya manusia yang berkualitas bagi pembangunan. Pembangunan harus dilakukan oleh penduduk dan untuk penduduk. Oleh karena itu, perencanaan pembangunan harus didasarkan pada kondisi atau keadaan penduduk. Luasnya cakupan masalah kependudukan menyebabkan pembangunan kependudukan harus dilakukan secara lintas sektor dan lintas bidang. Oleh karena itu, diperlukan sebuah peraturan tentang kependudukan yang baru menggantikan peraturan lama yaitu UU No 10 tahun 1992 yang sudah tidak sesuai lagi dengan isu dan perkembangan kependudukan. DPR periode 2004-2009 telah mengesahkan UU No 52 tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga sebagai pengganti UU No 10 tahun 1992.

Terbentuknya UU No 52 tahun 2009 ini merupakan salah satu bentuk komitmen politik negara dalam mengatasi masalah-masalah kependudukan, sehingga akan berimplikasi kepada pemerintah, peraturan pemerintah, penduduk dan program keluarga berencana yang masih berlangsung sampai saat ini.


Implikasi terhadap pemerintah:

1. Pemerintah menetapkan kebijakan dan program jangka menengah dan panjang yang berkaitan dengan pengelolaan perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga. (Bab IV pasal 7,8,9,10 tentang kewenangan pemerintah)
2. Pemerintah bertanggung jawab dalam menetapkan kebijakan nasional, menetapkan pedoman, memberikan pembinaan, bimbingan dan fasilitasi, sosialisasi advokasi. (pasal 11,12)
3. Pemerintah dan pemerintah daerah wajib mengumpulkan, mengolah dan menyajikan data dan informasi mengenai kependudukan dan keluarga.(pasal 13)
4. Pembiayaan perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga di bebankan kepada APBN dan APBD. (pasal 15,16)
5. Pemerintah membentuk Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional untuk tingkat nasional dan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Daerah untuk tingkat daerah.(pasal 53,54)
6. Data dan informasi kependudukan wajib digunakan oleh pemerintah dan pemerintah daerah sebagai dasar penetapan kebijakan, penyelenggaraan dan pembangunan.(pasal 49,50)


Implikasi terhadap Penduduk/masyarakat:

1. Penduduk sebagai titik sentral pembangunan
Salah satu hak penduduk adalah diperhitungkan dalam penyusunan, pelaksanaan, evaluasi perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga (pasal 5)
2. Hak dan kewajiban penduduk menjadi lebih jelas (pasal 5,6)
3. Penduduk bebas bergerak, berpindah dan bertempat tinggal dalam wilayah NKRI. Pengarahan mobilitas penduduk oleh pemerintah baik internal maupun internasional. (pasal 33,34)
4. Pengembangan kualitas penduduk melalui peningkatan derajat kesehatan, pendidikan, nilai agama, perekonomian dan social budaya.(pasal 38)
5. Kebutuhan dasar penduduk miskin dijamin oleh pemerintah (pasal 41)
Kebutuhan dasar meliputi kebutuhan sandang, pangan, papan, tempat tinggal, pendidikan, kesehatan, dan pekerjaan, serta rasa aman.
6. Partisipasi aktif penduduk dalam pengelolaan kependudukan dan pembangunan kelaurga dijamin oleh undang – undang. (pasal 58)

Implikasi terhadap program Keluarga Berencana:

1. Pemerintah dan pemerintah daerah wajib meningkatkan akses dan kualitas informasi, pendidikan, konseling, dan pelayanan kontrasepsi.(pasal 23)
2. Pelayanan kontrasepsi secara paksa kepada siapapun dan dalam bentuk apapun bertentangan dengan HAM dan akan dikenakan sanksi. (pasal 24)
3. Pemerintah wajib menyediakan bantuan pelayanan kontrasepsi bagi suami dan istri. (pasal 25)
4. Suami dan/atau istri mempunyai kedudukan yang sama dalam melaksanakan keluarga berencana. (pasal 25)
5. Pemerintah dan pemerintah daerah wajib menyediakan alat kontrasepsi bagi penduduk miskin (pasal 29)


Dengan adanya UU yang baru ini kebijakan kependudukan dan pembangunan keluarga menjadi bagian integral dari pembangunan nasional secara keseluruhan. Pemerintah melalui Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional menjadi penanggung jawab dalam rangka mewujudkan peningkatan kualitas perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga.

Agar UU ini dapat terlaksana dengan baik pemerintah harus segera membuat berbagai macam peraturan pemerintah yang terkait, dan peraturan pemerintah yang lama harus di revisi dan segera disesuaikan dengan UU No 52 tahun 2009 tentang perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga. Khusus untuk daerah, pemerintah daerah juga harus membuat peraturan – peraturan daerah yang di sesuaikan dengan kebijakan nasional. Peraturan pemerintah sebagai turunan dari UU ini tidak boleh diabaikan dan harus segara dipenuhi dalam jangka waktu tertentu (1 tahun). Jika diabaikan maka UU ini menjadi hanya sebatas konsep diatas kertas.


Peraturan Pemerintah yang harus dibuat sesuai dengan UU No 52 tahun 2009 tentang perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga.

1. Kebijakan dan Program Jangka Menengah dan Jangka Panjang
2. Tanggung Jawab Pemerintah
3. Tata Cara Penetapan Pengendalian Kuantitas Penduduk
4. Kebijakan Keluarga Berencana
5. Tata Cara Pengumpulan Data dan Proyeksi Kpendudukan tentang angka Kematian
6. Pengarahan Mobilitas Penduduk
7. Tata Cara Pengumpulan Data, Analisis, Mobilitas dan Persebaran Penduduk
8. Pengembangan Kualitas Penduduk
9. Pedoman Perencanaan Kependudukan
10. Sistem Informasi Kependudukan dan Keluarga.

By. dr. Surya Chandra Surapaty, MPH, Ph.D

Jumat, 14 Agustus 2009

PERNYATAAN SIKAP KOALISI KEPENDUDUKAN

Koalisi Indonesia untuk Kependudukan dan Pembangunan atau Koalisi Kependudukan, sebagai lembaga advokasi dan pengembangan jajaringan untuk pembangunan kependudukan, menyambut baik komitmen pemerintah untuk terus meningkatkan kesejahteraan rakyat yang telah disampaikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam pidato Nota Keuangan dan RAPBN tanggal 3 Agustus menjelang HUT ke-64 Kemerdekaan Republik Indonesia.
Dalam pidato Nota Keuangan itu, Presiden telah menyampaikan bahwa untuk tahun 2010 ada lima agenda pembangunan yang akan dilaksanakan pada tahun 2010. Dari lima agenda tersebut itu yang pertama adalah pemeliharaan kesejahteraan rakyat utamanya masyarakat miskin serta penataan kelembaaan dan pelaksanaan sisitem perlindungan sosial, dan kedua adalah Peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia.

Koalisi Kependudukan menyambut baik dan menghargai komitmen pemerintah ini untuk tetap menaruh perhatian besar pada pembangunan kependudukan dengan tekanan pada " people-centered-development". Demikianpun Koalisi kependudukan masih prihatin karena sekalipun tercapai banyak kemajuan, kehidupan bangsa masih ditandai oleh berbagai masakan sehingga masih perlu diambil lankah-langkah yang kongkrit dan berkelanjutan untuk mengatasi masalah-masalah tersebut yaitu :
1) Meningkatkan akses ke pendidikan minimum sekolah lanjutan pertama untuk semua anak berusia 7 - 15 tahun dan pendidikan ketrampilan bagi seluruh tenaga kerja yang membutuhkannya.
2) Meningkatkan pelayanan kesehatan cuma-cuma kepada rakyat miskin, baik melalui Rumah Sakit, Puskesmas dan Posyandu agar kesehatan untuk semua sebagai syarat mutlak pembangunan bangsa dapat terwujud;
3) Mengendalikan pengadaan dan harga kebutuhan pokok rakyat, khususnya sandang dan pangan serta BBM agar rakyat tidak sulit memperolehnya dan tidak perlu mengantri untuk mendapatkan apa yang menjadi hak mereka;
4) Meningkatan kemampuan produksi para petani dan nelayan agar memperkuat ketahanan pangan dengan menyediakan berbagai dana dan sarana produksi yang dibutuhkan, termasuk pupuk dengan harga terjangkau;

Menyadari bahwa untuk itu semua diperlukan pendekatan yang holistik di bidang ekonomi, sosial dan politik agar diperoleh pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan kelola pemerintahan yang baik atau good governance serta program pembangunan nasional yang efektif, dengan:

1) Melakukan reformasi birokrasi menuju kelola pemerintahan yang baik atau good governance, termasuk menghilangkan rangkap jabatan yang cenderung menimbulkan benturan kepentingan dan praktek korupsi;
2) Melakukan upaya-upaya untuk meningkatkan pendapatan negara dengan menaikan pendapatan pajak dari 300 perusahaan terbesar Indonesia dan meningkatkan cukai rokok dengan minimal 3 kali lipat;
3) Menggalakan pemberantasan korupsi dengan mengejar para pengemplang BLBI dan koruptor kelas kakap lainnya serta memmberikan hukuman yang jauh lebih berat kepada para koruptor;
4) Mewujudkan pembangunan yang berwawasan penduduk atau “people-centered development agar diperoleh pembangunan dari, untuk dan oleh rakyat;
5) Melakukan perbaikan dalam struktur kelembagaan pemerintah agar dapat dilakukan pendekatan yang holistik dengan menempatkan pembangunan kependudukan dalam suatu lembaga setingkat Menteri Koordinator atau Menteri.

By. Daradjat Natanagara

Rabu, 12 Agustus 2009

Koalisi Kependudukan merupakan suatu badan advokasi dan jejaring yang memiliki peran dan fungsi utama : Membangun aliansi di antara berbagai pihak dan organisasi yang mempunyai visi dan misi yang sama; Menjadi suatu pusat informasi seta sarana pertukaran informasi tentang hal-hal yang berhubungan dengan pembangunan kependudukan; memberikan rekomendasi kebijakan dan melakukan advokasi untuk memperoleh dukungan kebijakan, memperoleh prioritas program, mendapatkan alokasi anggaran dan program yang kondusif bagi pembangunan kependudukan; Memberikan dukungan kepada mitra-mitra dan calon mitra yang membutuhkan tambahan keahlian dan keterampilan.
Tujuan Koalisi Kependudukan adalah untuk melakukan upaya-upaya untuk meningkatkan kualitas penduduk dan memperkuat koordinasi serta keterpaduan berbagai peran kependudukan dalam pembangunan serta kegiatan kependudukan dengan sektor terkait.